MUTASI
Kata “mutasi” sudah dikenal oleh sebagian
masyarakat, baik di dalam maupun luar lingkungan perusahaan/instansi/organisasi,
dimana hal tersebut merupakan fenomena yang biasa terjadi
di sebuah perusahaan/instansi/organisasi. Masyarakat sering mengartikan mutasi
sebagai suatu hukuman atas kesalahan yang dilakukan oleh seorang pegawai, bahkan
dalam lingkungan masyarakat tertentu kalau mendengar kata mutasi maka akan
beranggapan bahwa orang yang dimutasikan itu adalah orang yang telah melakukan
suatu kesalahan atau menyalah gunakan kedudukannya. Padahal, pada hakekatnya mutasi
adalah bentuk perhatian pimpinan terhadap bawahan. Dimana, dalam suatu perusahan/instansi/organisasi,
mutasi diartikan sebagai suatu perubahan posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang dilakukan
oleh pimpinan perusahaan/instansi/organisasi kepada seseorang yaitu karyawannya
(manajemen dan non-manajemen) baik secara horizontal maupun vertikal
(promosi/demosi) dan yang perlu lebih di garis bawahi lagi adalah bahwa kegiatan
mutasi sebenarnya dilakukan oleh perusahaan/instansi/organisasi untuk melakukan
penyegaran terhadap pegawai sehingga diharapkan tidak akan menimbulkan kejenuhan
dalam melaksanakan pekerjaan bagi pegawai yang bersangkutan.
Seperti telah
diketahui bahwa mutasi merupakan bagian dari pengembangan sumber daya manusia
(SDM) pada suatu perusahan/instansi/organisasi. Mutasi merupakan suatu kegiatan rutin
dari perusahaan/instansi/organisasi untuk melaksanakan prinsip “the right
man in the right place” dimana perusahan/instansi/organisasi
tersebut ingin
menempatkan seseorang (pegawai) yang tepat pada tempat yang tepat. Ada dua
sifat mutasi yaitu yang pertama, kegiatan pemindahan pegawai dari satu tempat
kerja ke tempat yang baru yang sering disebut dengan istilah alih tempat (tour
of area) dan yang ke dua, kegiatan
pemindahan pegawai dari tugas yang satu ke tugas yang lain dalam satu unit
kerja yang sama atau dalam perusahaan yang sering disebut dengan istilah alih
tugas (tour of duty). Pada umumnya tujuan
akhir dari adanya kegiatan
mutasi adalah untuk mengembangkan
motivasi, meningkatkan pengetahuan dan pengalaman kerja, meningkatkan mutu
proses pekerjaan dan produktifitas serta yang tidak kalah terpenting adalah untuk
mencapai tingkat efisiensi dan efektifitas dari perusahaan/instansi/organisasi
tersebut. Namun,
secara lebih khusus tujuan dari adanya kegiatan mutasi adalah untuk mengembangkan
kompetensi pegawai terutama dari segi kemampuan, pengetahuan, dan
keterampilannya.
Pada
umumnya, dasar yang digunakan untuk menentukan mutasi pegawai di antaranya adalah
lamanya masa kerja disuatu bidang pekerjaan, kebutuhan non-organisasi, penyegaran
organisasi, pengetahuan, dan keterampilan serta alasan khusus (alasan keluarga
misalnya). Biasanya kegiatan mutasi bagi pegawai dilaksanakan minimal setiap 2
tahun sekali dan maksimal 14 tahun sekali akan tetapi semua itu tergantung dari
kebutuhan perusahaan/instansi/organisasi terkait dengan melihat situasi dan
kondisi yang ada. Pada dasarnya ada 3 (tiga) sistem mutasi yang biasa dijadikan
landasan yang diterapkan oleh perusahaan/instansi/organisasi dalam melakukan
kegiatan mutasi bagi pegawainya, yaitu :
a.
Merit system
Merupakan sistem mutasi pegawai yang didasarkan atas
landasan yang bersifat ilmiah, objektif dan hasil prestasi kerjanya. Merit system ini merupakan dasar mutasi
yang baik karena output dan
produktifitas meningkat, semangat kerja meningkat, jumlah kesalahan yang
diperbuat menurun, absensi dan disiplin pegawai semakin baik, jumlah kecelakaan
menurun. Dalam sistem ini, kompetensi serta kemampuan dari pegawai benar-benar
sebagai dasar untuk dilakukannya mutasi.
b.
Seniority system
Merupakan sistem mutasi
yang didasarkan atas dasar landasan masa kerja, usia dan pengalaman kerja dari
pegawai yang bersangkutan. Sistem ini dinilai kurang objektif karena kecakapan
seseorang yang dimutasikan berdasarkan senioritas belum tentu mampu untuk memangku
jabatan baru di tempat barunya.
c.
Spoil system
Yaitu mutasi yang didasarkan atas
landasan kekeluargaan. Sistem mutasi seperti ini dinilai sangatlah tidak baik
karena didasarkan atas pertimbangan suka atau tidak suka. Sehingga sebaiknya
suatu organisasi menghindari alasan kekeluargaan ini karena biasanya landasan
ini dikhawatirkan dapat menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan pegawai
lainnya.
Selain sistem diatas, hakekatnya
masih ada banyak dasar atau landasan lainnya bagi perusahaan/instansi/organisasi
dalam melakukan mutasi pegawainya. diantaranya adalah menurut pendapat Hasibuan
(2002), yang mengatakan bahwa ada beberapa dasar bagi perusahan ketika
melakukan kegiatan mutasi pegawai, yaitu:
a.
Atas
Dasar Permintaan Sendiri (PersonalTransfers)
Mutasi pegawai
atas dasar permintaan sendiri merupakan mutasi pegawai yang dilakukan atas dasar
keinginan sendiri dari pegawai yang bersangkutan dengan persetujuan pimpinan
organisasi dimana pegawai tersebut bekerja. Mutasi atas dasar permintaan
sendiri ini, pada umumnya hanya perpindahan kepada jabatan yang setingkat,
artinya kekuasaan dan tanggung jawabnya masih sama. Mutasi atas dasar
permintaan sendiri ini biasanya disebabkan oleh beberapa alasan, diantaranya :
1.
Kesehatan
Adanya
faktor kondisi kesehatan dari pegawai terkadang menjadi alasan bagi pegawai
untuk memohon kepada pimpinan agar dilakukan mutasi terhadap dirinya. Sebagai
contoh adalah adanya kondisi fisik dari pegawai yang kurang mendukung (cacat, disable) untuk melaksanakan pekerjaan
sehingga dinilai akan menghambat produktifitas kinerjanya.
2.
Keluarga
Dalam
kehidupan, tidak jarang keluarga selalu menjadi prioritas dalam hidup seseorang
sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa dalam melaksanakan pekerjaanpun tingkat
produktifitas kinerja seseorang akan sangat dipengaruhi oleh kondisi dan
keberadaan keluarga. Karena itu, tidak jarang banyak pegawai yang mengajukan
mutasi atas dasar pertimbangan keluarga ini, misalkan alasan ingin mengikuti
suaminya yang sedang bertugas di luar kota atau luar daerah sehingga diharapkan
akan menyatukan keluarganya kembali serta alasan untuk dapat merawat orang tua.
3.
Kerjasama
Dimana
pegawai tersebut kurang mampu atau tidak dapat bekerjasama dengan karyawan
lainnya karena terjadi pertengkaran atau perselisihan sehingga akan mengganggu
produktifitas dan kinerja di bagian tersebut.
Pada dasarnya permintaan mutasi
atas dasar permintaan sendiri ini dapat dilaksanakan dengan catatan harus
memiliki alasan-alasan serta bukti-bukti yang kuat sehingga dapat dikabulkan
oleh pimpinan perusahaan/instansi/organisasi.
b.
Alih
Tugas Produksi (ATP)
Mutasi pegawai
dengan alasan dasar Alih Tugas Produktif (ATP) merupakan kehendak pimpinan perusahaan/instansi/organisasi
untuk meningkatkan produktifitas dengan menempatkan pegawai yang bersangkutan
ke jabatan atau pekerjaan yang sesuai dengan kecakapan dan kemampuan pegawai
yang bersangkutan (sesuai dengan kompetensi yang dimiliki). Mutasi alih tugas
produktif (ATP) bisa dilakukan sebagai bentuk promosi bagi pegawai ke jenjang
yang lebih tinggi dari sebelumnya karena telah berprestasi atau demosi ke
posisi yang lebih rendah dari sebelumnya karena pegawai tersebut sering
melakukan pelanggaran-pelanggaran atau kesalahan-kesalahan yang berdampak
terhadap tingkat kinerja dan produktifitasnya. Menurut Paul Pigor dan Charles
Mayer, yang dikutip oleh Hasibuan (2002), menyebutkan bahwa ada 5 macam mutasi
karena alih tugas produksi (ATP), yaitu :
1. Production
Transfers
Merupakan pengalih
tugasan (mutasi) seorang pegawai dari satu bagian
ke bagian lain secara horizontal, dimana disatu bagian tersebut memerlukan
tambahan tenaga kerja karena adanya kebutuhan, atau ke bagian lain dimana
terdapat lowongan pekerjaan karena ada karyawan yang berhenti atau pensiun.
2. Replacement
Transfers
Merupakan pengalih tugasan
(mutasi) seorang pegawai yang sudah lama
dinasnya ke jabatan lain secara horizontal untuk menggantikan pegawai lain yang masa
dinasnya lebih sedikit atau diberhentikan.
3. Remedial
Transfers
Merupakan pengalih tugasan
(mutasi) seorang pegawai ke jabatan atau
pekerjaan lain, baik pekerjaan yang sama atau tidak, atas permintaan pegawai yang bersangkutan
karena kurang mampu bekerja sama dengan rekan-rekannya.
4. Shift
Transfers
Merupakan pengalih
tugasan (mutasi) seorang pegawai yang sifatnya
horizontal dari satu regu ke regu lain dengan model dan sistem pekerjaan tetap
sama namun jam kerja berbeda. Umumnya pembagian jam kerja terbagi dalam 3
shift. Yaitu shift satu, shift dua, dan shift tiga.
5. Versality
Transfers
Merupakan pengalih tugasan
(mutasi) seorang pegawai ke jabatan atau
pekerjaan lainnya secara horizontal agar karyawan yang bersangkutan dapat
melakukan pekerjaan atau ahli (kompeten) dalam berbagai bidang pekerjaan.
Suatu mutasi yang tidak dapat meningkatkan efektivitas
dan efisiensi perusahaan tidaklah akan mempunyai banyak manfaat, bahkan mungkin
justru akan merugikan perusahaan/instansi/organisasi tersebut. Oleh karena itu,
sebaiknya mutasi harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan serta tujuan
yang benar-benar matang. Suatu perusahaan/instansi/organisasi dalam melakukan
kegiatan mutasi, selain memiliki dasar dalam melakukan mutasi,
perusahaan/instansi/organisasi tersebut tentunya juga memiliki tujuan-tujuan
dalam memutasi pegawainya. Pada umumnya, setiap kegiatan mutasi memiliki tujuan
yang diharapkan mampu meningkatkan kinerja pegawai, menghindari kejenuhan atau
kebosanan terhadap unit kerja yang telah lama diembannya maupun menghindari
konflik yang terjadi antar pegawai, dimana apabila konflik ini terlalu lama
dibiarkan akan berakibat menurunnya kinerja pegawai dan tidak adanya kerjasama
antar pegawai dalam menjalankan roda perusahaan/instansi/organisasinya.
Dan jika dilihat kembali kepada tujuan utama dilakukannya mutasi yaitu demi
tercapainya efisiensi dan efektivitas kinerja, maka secara tidak langsung pada
dasarnya tujuan dari kegiatan mutasi dapat dilihat dari dua sudut pandang yang
berbeda yaitu dari sudut pandang kepentingan pegawai dan dari sudut organisasi
:
a.
Dari sudut pandang kepentingan pegawai, dimana
kegiatan mutasi dilakukan dengan tujuan-tujuan sebagai berikut :
1.
Memperluas atau pengembangan kemampuan pegawai (biasanya
dalam bentuk program pelatihan jabatan).
2.
Menghilangkan kejenuhan terhadap pekerjaan.
3.
Penyesuaian pekerjaan dengan kondisi fisik pegawai.
4.
Mengatasi perselisihan antara sesama pegawai.
b.
Dari sudut pandang kepentingan organisasi, dimana
kegiatan mutasi dilakukan dengan tujuan-tujuan sebagai berikut :
1.
Menciptakan keseimbangan antara sumber daya manusia
dengan komposisi pekerjaan atau jabatan.
2.
Meningkatkan produktivitas kerja.
3.
Memberikan pengakuan dan imbalan terhadap prestasi
seseorang.
4.
Sebagai alat pendorong agar semangat kerja
meningkat melalui persaingan terbuka
Disamping tujuan sebagai
pengembangan sumber daya manusia (SDM), pelaksanaan mutasi juga mempunyai
dimensi tujuan yang lebih luas dalam kerangka manajemen sumber daya manusia
(SDM). Menurut Tanjung dan Rahmawati (2003), beberapa tambahan batasan tujuan
tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Untuk meningkatkan produktivitas
kerja pegawai.
2.
Untuk meningkatkan keseimbangan
antara tenaga kerja dengan komposisi pekerjaan atau jabatan.
3.
Untuk memperluas atau menambah
pengetahuan pegawai.
4.
Untuk menghilangkan rasa bosan atau jemu
terhadap pekerjaannya.
5.
Untuk memberikan perangsangan agar
karyawan mau berupaya meningkatkan karier yang lebih tinggi.
6.
Untuk melaksanakan hukuman atau sanksi
atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan.
7.
Untuk memberikan pengakuan dan
imbalan terhadap prestasinya.
8.
Untuk alat pendorong agar spirit
kerja meningkat melalui persaingan terbuka.
9.
Untuk tindakan pengamanan yang lebih
baik.
10.
Untuk menyesuaikan pekerjaan dengan
kondisi fisik karyawan.
11.
Untuk mengatasi perselisihan antara
sesama karyawan.
Dari
beberapa pendapat diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pada
dasarnya mutasi dapat memberikan pengalaman baru pegawai, hal ini akan bermanfaat
dalam pengembangan pengetahuannya serta pengalamannya, mampu membukakan cakrawala
berpikir pegawai, mampu mempengaruhi motivasi kerja serta akan lebih memotivasi
pegawai untuk mengembangkan diri. Selain itu, dengan mutasi, pegawai dapat
mengalami kehidupan organisasional yang berbeda dengan sebelumnya. Hal ini akan
bermanfaat dalam mencegah terjadinya kejenuhan pada diri pegawai karena jika
kejenuhan terjadi pada pegawai, maka akan menyebabkan menurunnya semangat kerja
dan akan berpengaruh terhadap kinerjanya.
Selanjutnya,
tindakan yang tepat harus dilakukan oleh pimpinan perusahaan/instansi/organisasi
dalam memindahkan pegawainya ke posisi yang menurut hasil analisis tepat dengan
kualifikasi, kemampuan dan keinginan pegawai yang bersangkutan. Dengan demikian
pegawai yang bersangkutan memperoleh kepuasan kerja secara maksimal dan dapat
memberikan output yang produktif
sesuai dengan tujuan dari perusahaan/instansi/organisasi. Selain itu, kegiatan mutasi
juga harus memperhitungkan faktor kekuatan dari pegawai, artinya apabila
seorang pegawai dimutasikan ke unit kerja lain, maka dalam waktu yang relatif
singkat atau bila mungkin dalam waktu yang bersamaan harus segera dicarikan
atau diangkat penggantinya, sehingga kuantitas pekerjaan tidak terlambat. Dan
dalam hal pengembangan organisasi, dimana biasanya akan dilakukan mutasi secara
besar-besaran agar selalu melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja, sehingga
diharapkan tidak akan tejadi pengumpulan pegawai yang berbobot atau memiliki
kelebihan kemampuan lebih pada suatu unit tertentu, sedangkan di unit kerja lain
akan berkumpul pegawai yang dinilai kurang berkualitas.
Kemudian, seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa pada
dasarnya banyak hal positif yang akan diperoleh bila suatu perusahaan/instansi/organisasi
melakukan mutasi terhadap pegawainya secara benar, hanya saja dalam
kenyataannya dilapangan atau pada prakteknya, banyak pegawai yang dinilai seolah-olah
melawan, membangkang, kurang setuju dan bahkan terkadang sampai membuat keresahan
dalam lingkungan kerja bila perusahaan/instansi/organisasinya melakukan mutasi
terhadap pegawainya. Hal ini sangatlah wajar karena memang tidak semua pegawai
pasti suka dan siap dengan adanya mutasi, meskipun tujuan dan manfaat yang bisa
diperoleh dari kegiatan ini sangatlah berarti dan banyak keuntungan bagi
kelangsungan perusahaan/instansi/organisasi. Menurut para pakar, ada tiga faktor
yang menyebabkan seorang pegawai cenderung menolak dengan adanya mutasi di
lingkungan kerjanya, ke tiga faktor tersebut adalah :
1.
Faktor Logis atau
Rasional
Penolakan ini dilakukan dengan pertimbangan waktu yang diperlukan untuk
menyesuaikan diri, upaya ekstra untuk belajar kembali, kemungkinan timbulnya
situasi yang kurang diinginkan seperti penurunan tingkat ketrampilan, serta
kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh perubahan.
2.
Faktor Psikologis
Penolakan berdasarkan faktor psikologis ini merupakan penolakan yang
dilakukan berdasarkan emosi, sentimen, dan sikap. Seperti kekhawatiran akan
sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya, rendahnya toleransi terhadap
perubahan, tidak menyukai pimpinan atau agen perubahan yang lain, rendahnya
kepercayaan terhadap pihak lain, serta kebutuhan akan rasa aman.
3.
Faktor Sosiologis
(kepentingan kelompok)
Penolakan terjadi karena beberapa alasan antara lain konspirasi yang
bersifat politis, bertentangan dengan nilai kelompok, kepentingan pribadi, dan
keinginan mempertahankan hubungan (relationship) yang terjalin sekarang.
Oleh karena itu, agar tujuan dari mutasi bisa sesuai dengan apa yang diharapkan
dari perusahaan/instansi/organisasi, maka ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaannya, yaitu:
- Mutasi tidak boleh dirasakan
sebagai hukuman.
Walaupun mutasi mempunyai tujuan-tujuan tertentu, terutama
agar pekerjaan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Salah satu dasar
untuk melaksanakan mutasi adalah kemampuan kerja pegawai yang bersangkutan.
Walaupun demikian sering kali mutasi dirasakan oleh seseorang pegawai sebagai
suatu hukuman. Bila terjadi demikian maka mutasi yang dilaksanakan tidak akan
sesuai dengan tujuan yang diharapkan, bahkan akan menimbulkan keresahan,
kecemburuan, bahkan perpecahan dalam perusahaan/instansi/organisasi tersebut..
- Mutasi karena kebijakan dan
peraturan.
Mutasi mungkin dilakukan karena telah digariskan oleh
pimpinan berdasarkan peraturan dan kebijakan yang sudah tertulis. Jadi dengan
kata lain mutasi tersebut bersifat rutin dan berdasarkan ketentuan-ketentuan
yang sudah ada, maka baik pegawai yang dimutasikan tidak boleh beranggapan
karena suatu yang negatif atau karena kesalahannya.
- Mutasi dan sikap mental.
Selain kemampuan kerja, maka sebaiknya mutasi juga
dilaksanakan atas pertimbangan sikap mental dari pegawai itu sendiri. Menurut
Nitisemito (dalam Hasibuhan, 2002), sikap mental adalah : “Kepribadian yang
melekat pada diri seseorang, antra lain : kejujuran, rasa tanggung jawab,
ketelitian, ketekunan, dan masih banyak lagi sikap mental yang dapat dijadikan
dasar pertimbangan untuk melaksanakan mutasi”.
- Mutasi karena inisiatif
pegawai.
Mutasi tidak selalu dari atas, tetapi dapat juga karena
inisiatif dari bawah atau dari pegawai itu sendiri. Inisiatif ini dilakukan
dengan permohonan yang diikuti oleh dasar-dasar rasa bosan, ingin maju, tidak
dapat bekerjasama dengan kelompok dan lain-lain.
- Mutasi harus terkoordinir.
Dalam melaksanakan mutasi sebaiknya dilaksanakan secara
terkoordinir dan tidak berdasarkan atas kepentingan-kepentingan tertentu yang
bisa merugikan perusahaan/instansi/organisasi tersebut, sebab suatu mutasi yang
dilakukan pada umumnya menyangkut kegiatan lain secara berantai yang pada
akhirnya akan membawa dampak terhadap produktifitas pegawai.
Referensi :
Hasibuan, S.P.M. (2002). Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gunung Agung.
Tanjung, H, dan
Rahmawati,.S. (2003). Pengembangan Sumberdaya Manusia. Diktat pada Fakultas
Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
By. Andy Wasono