Sabtu, 25 April 2015

motivasi kerja pada anggota polri



MOTIVASI KERJA
PADA ANGGOTA POLRI


Secara umum, motivasi merupakan keadaan dalam diri seseorang yang mendorong perilaku kearah tujuan. Menurut kamus bahasa Indonesia, Motif sebagai sebab-sebab yang menjadi dorongan tindakan seseorang. Begitupun menurut Steers dan Porter (1983) yang berpendapat bahwa motivasi merupakan suatu usaha yang dapat menimbulkan, mengarahkan dan memelihara atau mempertahankan perilaku yang sesuai dengan lingkungannya. Motivasi merupakan proses keterkaitan antara usaha dan pemuasan kebutuhan tertentu, dengan kata lain motivasi merupakan kesediaan untuk mengerahkan usaha tingkat tinggi untuk mencapai tujuan organisasi. Akan tetapi kesediaan mengerahkan usaha itu sangat tergantung pada kemampuan seseorang untuk memuaskan berbagai kebutuhannya. Steers dan Porter, mengindikasikan adanya tiga komponen pokok dari motivasi yaitu:
a.    Energizing (daya, kekuatan), sebuah kekuatan atau tenaga dalam diri manusia yang dapat membangkitkan perilaku.
b.  Direction (arah), orang mungkin mengarahkan usaha mereka pada situasi tertentu dan bukan pada situasi lain. Teori motivasi yang bagus sebaiknya menjelaskan mengapa pilihan-pilihan ini dibuat.
c. Maintenance (keajegan), melibatkan pemeliharaan terhadap beberapa tugas dan secepatnya mengakhiri tugas lainnya.
Oleh karena itu seseorang yang termotivasi, dapat didefinisikan sebagai orang yang melaksanakan upaya substansial untuk menunjang tujuan-tujuan produksi kesatuan kerjanya, dan organisasi tempat kerjanya. Seorang yang tidak termotivasi, hanya memberi upaya minimum dalam bekerja. Motivasi merupakan aspek penting dalam suatu organisasi, karena motivasi bersama-sama kemampuan (ability) dan lingkungan akan mempengaruhi performan seseorang. Hubungan antara performan (P), motivasi (M), kemampuan (ability/A), dan lingkungan (environment/E) dapat dirumuskan dengan P = f (M+A+E). Performan (P) yang tinggi akan diperoleh jika individu mempunyai motivasi (M) untuk melakukan pekerjaan, mempunyai kemampuan (A) melakukan pekerjaan, dan didukung oleh sarana yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan tersebut (E).
Nadler dan Lawler III (dalam Kolb, Rubin dan Osland, 1991) menghubungkan motivasi dengan kerja, bahwa motivasi sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individu, oleh karena itu kebutuhan individu sesuai dan konsisten dengan tujuan organisasi. Motivasi kerja sebagai pendorong timbulnya semangat atau dorongan kerja. Sehingga kuat dan lemahnya motivasi kerja seseorang berpengaruh terhadap besar kecilnya prestasi yang diraih. Aktivitas karyawan dalam organisasi atau perusahaan menuntut adanya motivasi kerja yang baik. Karyawan yang memiliki motivasi yang baik akan menghasilkan kualitas dan produktifitas yang tinggi, serta efektifitas organisasi dapat dicapai. Steers dan Porter menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi kerja dapat dikelompokkan ke menjadi tiga, yaitu:
a.    Faktor individual, seperti sikap, minat, dan kebutuhan-kebutuhan di tempat kerja.
b.    Faktor pekerjaan, seperti tingkat pengawasan terhadap jenis -jenis pekerjaan tertentu, dan tingkat tanggungjawab pada pekerjaan tersebut.
c.    Faktor situasi lingkungan kerja, tempat individu bekerja berupa hubungan antar kelompok dan antar individu, iklim organisasi, dan sistem pelatihan kerja (Steers dan Porter, 1983).
Menurut teori Herzberg, motivasi yang ideal yang dapat merangsang usaha adalah peluang untuk melaksanakan tugas yang membutuhkan keahlian dan peluang untuk mengembangkan kemampuan. Dalam penelitiannya, Herzberg menemukan dua kelompok faktor yang mempengaruhi kerja seseorang dalam organisasi yang disebut teori dua faktor. Pertama faktor hygiene, apabila faktor-faktor tersebut tidak tersedia menyebabkan para karyawan merasa tidak puas, berada diluar diri seseorang, dan berkaitan dengan keadaan pekerjaan. Kedua faktor intrinsik disebut juga sebagai faktor-faktor motivator, apabila faktor- faktor tersebut tersedia menimbulkan rasa puas, berada dalam diri, dapat membangkitkan motivasi jika dikembangkan dan dikelola dengan baik, faktor- faktor tersebut berkaitan dengan isi pekerjaan (Herzberg, dalam Schultz dan Schultz, 1994). Lebih lanjut berdasarkan apa yang telah ditemukan oleh Herzberg, dapat dijelaskan bahwa ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja seseorang dalam suatu organisasi. Motivasi tersebut terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu :
a.    Motivasi intrinsik.
Motivasi intrinsik merupakan penghargaan dari dalam individu yang dirasakan individu ketika melakukan pekerjaan dan pekerjaan tersebut mampu memberi kepuasan bagi individu. Motivasi intrinsik sebagai suatu dorongan yang ada dalam diri individu, individu tersebut merasa senang dan gembira setelah melakukan serangkaian pekerjaan. Motivasi intrinsik adalah penghargaan internal yang dirasakan seseorang jika mengerjakan tugas. Ada hubungan langsung antara kerja dan penghargaan artinya bila tugas telah selesai dikerjakan maka dapat langsung dirasakan adanya perasaan menyenangkan pada diri seseorang. Menurut Campbell dan Pritchard (dalam Dunnette, 1976), faktor-faktor motivasi intrinsik yang mempengaruhi motivasi kerja dari setiap karyawan ini meliputi prestasi (achievement), penghargaan (recognition), tanggung jawab (responsibility), kemajuan advancement), perkembangan (development), dan pekerjaan itu sendiri (the work it self)
b.    Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik merupakan suatu konsep tentang kegiatan yang dilakukan untuk mencapai hasil yang berasal dari luar diri. Menurut Campbell dan Pritchard (dalam Dunnette, 1976) faktor-faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi kerja dari setiap karyawan meliputi gaji (pay), pengawasan (technical supervision), hubungan antar pribadi (the human relation), kebijaksanaan dan administrasi (company policy and administration), kondisi kerja (working condition), dan keamanan kerja (job security).
Berkaitan dengan motivasi kerja anggota Polri, motivasi kerja polisi pada dasarnya merupakan proses untuk memberikan dorongan terhadap anggota polri agar melakukan sesuatu dalam upaya mewujudkan tujuan oraganisasi kepolisian. Motivasi kerja angota polisi adalah suatu faktor yang mendorong anggota polisi untuk berbuat sesuatu atau dorongan untuk melakukan kegiatan tertentu. Motivasi kerja yang baik dalam diri anggota kepolisian diharapkan anggota kepolisian mampu untuk menjalankan fungsinya sebagai alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri ( UU No. 2 tahun 2002 pasal 5, dalam buku Kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia, 2002).
Motivasi kerja polisi adalah suatu dorongan terhadap anggota polisi baik yang berasal dari dalam diri anggota polisi maupun dari luar, agar dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan visi organisasi kepolisian dan peraturan perundang-undangan yang mengatur tugas dan wewenangnya. Anggota Polisi yang termotivasi akan memberikan upaya maksimum dalam bekerja. Motivasi kerja anggota polisi merupakan suatu dorongan bagi anggota kepolisian baik yang berasal dari dalam diri anggota kepolisian itu sendiri sebagi usaha untuk mempertahankan eksistensi manusia dalam konteks sosial. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya motivasi kerja yang ada pada diri setiap anggota polisi dapat bersumber dari dalam diri polisi  sendiri (intrinsic motivation), akan tetapi dapat pula bersumber dari luar  diri polisi tersebut (extrinsic motivation).
Bila diamati lebih lanjut, ada beberapa perilaku maupun fakta-fakta dilapangan yang dinilai sebagai wujud dari menurunnya motivasi kerja dari anggota Polri, antara lain :
a.    Adanya anggota yang sering datang terlambat.
b.    Adanya anggota yang tidak pernah apel pagi maupun siang.
c.    Sering anggota meminta ijin keluar kantor pada saat jam dinas.
d.    Adanya anggota yang meninggalkan tugas dan hanya ada pada saat apel saja.
e.    Lambatnya penuntasan beberapa kasus kriminal.
f.     Lambatnya penyelesaian surat-surat administrasi.
g.    Ada pemikiran bahwa anggota berdinas hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban dinas semata.
h.    Kurang adanya keinginan anggota untuk belajar ilmu baru maupun mempelajari pekerjaan yang sedang dihadapi dan hanya menyerahkan kepada bawahan.
i.      Adanya sikap anggota yang cuek dan acuh tak acuh dengan situasi maupun kondisi yang ada. 
Motivasi erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan hidup manusia, bisa berupa pengakuan jati diri, kebutuhan sosial ataupun yang terkait dengan materi. Untuk itu perlu adanya upaya yang harus dilakukan oleh pimpinan, baik pimpinan tertinggi (Kapolres) ataupun (kapolsek) di bawahnya, agar dapat menumbuhkan motivasi kerja bagi personilnya. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan dalam upaya untuk  meningkatkan motivasi kerja, yaitu :
1.    Peran Pemimpin / Atasan
Ada dua cara untuk meningkatkan motivasi kerja, yaitu bersikap keras dan memberi tujuan yang bermakna.
a.    Bersikap Keras
Dengan memberikan ancaman atau paksaan kepada anggota untuk bekerja keras ada kalanya perlu dilakukan. Pada umumnya, bila tenaga kerja mengharkat tinggi nilai taat kepada atasan, maka ia akan melakukan pekerjaan sebagai kewajiban dan tidak karena paksaan, dan performance akan bagus. Jika tenaga kerja memberi harkat yang tinggi pada nilai kemandirian dan merasa telah memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan, maka ia akan merasakan pekerjaan sebagai suatu paksaan.
b.    Memberi Tujuan yang Bermakna.
Pada dasarnya seorang pemimpin dan anggotanya perlu bekerja bersama-sama dan dilandasi dengan tujuan yang bermakna, sesuai dengan kemampuan, yang dapat dicapai melalui prestasi kerja yang tinggi. Atasan perlu mengenali sasaran-sasaran yang bernilai tinggi dari bawahannya agar dapat membantu bawahan untuk mencapainya dengan demikian atasan memotivasi bawahannya.
2.    Peran Diri Sendiri.
Dari teori McGregor, orang-orang dari tipe tipe X memiliki motivasi kerja yang bercorak reaktif sehingga memerlukan dorongan/paksaan untuk bekerja. Tenaga kerja tipe X ini perlu diubah menjadi tenaga kerja tipe Y , yang memiliki motivasi kerja yang proaktif. Mendorong tenaga kerja untuk pekerjaan bukan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh gaji dengan sistem nilai yang perlu di ubah.
3.    Peran Organisasi.
Berbagai kebijakan dan peraturan perusahaan dapat menarik atau mendorong motivasi kerja seorang tenaga kerja. Gugus Kendali Mutu (GKM= Quality Cirkles) merupakan satu kebijakan yang dituangkan ke dalam berbagai peraturan yang mendasari kegiatan dan yang mengatur pertemuan pemecahan masalah dalam kelompok kecil. Kebijakan lain yang berkaitan dengan motivasi kerja ialah kebijakan di bidang imbalan keuangan.

Selain 3 peran diatas, Ada beberapa usaha lain yang bisa dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan motivasi kerja anggotanya, terutama dalam kaitannya dengan personel Polri, diantaranya adalah :
1.    Menempatkan personil Polri sesuai dengan kemampuannya (the right man in the right place).
Misalnya yang sudah melaksanakan pendidikan Reserse, maka anggota tersebut di tempatkan di Satuan Reskrim, begitu juga dengan fungsi-fungsi yang lain disesuaikan dengan kualifikasinya. Sehingga anggota merasa nyaman dan enak serta memiliki motivasi dalam bekerja.
2.    Melaksanakan pendidikan dan latihan bagi personil.
Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk peningkatan kualitas personil, sehingga personil tersebut merasa mampu dan percaya diri dalam melaksanakan tugasnya.
3.    Mutasi yang bersifat promosi dan demosi.
Mutasi lebih sederhana dapat kita kenal dengan pindah tugas. Secara umum mutasi adalah kegiatan personalia yang berhubungan dengan proses pemindahan fungsi, tanggung jawab, dan status personalia seseorang pada situasi tertentu dengan tujuan agar personil yang bersangkutan memperoleh kepuasan kerja yang mendalam dan dapat memberikan prestasi kerja yang semaksimal mungkin.
4.    Pembinaan moral dan disiplin kerja.
Kegiatan pembinaan ini, diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran dan kecintaan para anggota terhadap pekerjaanya. Sehingga perilaku anggota Polri dan tugas pokok yang dibebankan kepadanya, dilaksanakan dengan keikhlasan, dan dengan kesadaran yang tinggi.

by. Andy Wasono



Senin, 06 April 2015

Kepuasan Kerja Anggota Polri



KEPUASAN KERJA PADA ANGGOTA POLRI 

Pada dasarnya dalam sebuah konsep suatu sistem organisasi yang ideal, dimana pada dasarnya kegiatan atau pekerjaan pada suatu organisasi merupakan suatu kolektivitas dari berbagai kegiatan kerja serta aktivitas dari orang-orang yang menjalaninya, sehingga dalam setiap penyelesaian rangkaian pekerjaan, seorang pegawai dituntut untuk dapat bekerja sama, saling terkait dan tidak akan melepaskan diri dengan pegawai lainnya. dalam sebuah organisasi yang terpenting dan yang menjadi perhatian utamanya adalah bagaimana organisasi tersebut mampu menciptakan keharmonisan dan keserasian dalam setiap pelaksanaan kegiatan atau aktivitas kerjanya. Keharmonisan dan keserasian tersebut dapat tercipta jika sistem kerja dalam organisasi tersebut dibuat rukun dan kompak sehingga tercipta adanya iklim organisasi yang kondusif dan nyaman. Adanya iklim organisasi yang kondusif dan nyaman akan membuat para pegawai lebih termotivasi untuk bekerja dengan optimal yang pada akhirnya akan berujung pada tercapainya tujuan organisasi dengan tingkat efisien dan efektivitas yang tinggi.
Selanjutnya, salah satu permasalahan penting bagi seorang pemimpin dalam suatu organisasi adalah bagaimana pemimpin mampu memberikan motivasi kepada pegawai atau bawahannya untuk melakukan pekerjaannya dengan baik. Dalam hal ini, pimpinan dihadapkan pada suatu persoalan tentang bagaimana pimpinan dapat selalu menciptakan situasi agar bawahannya tersebut dapat memperoleh kepuasan secara individu terhadap pekerjaannya dan bagaimana cara pemimpin untuk mampu memotivasi pegawai agar bersedia bekerja dengan baik dan benar. Pada hakekatnya, seseorang cenderung bekerja dengan penuh semangat apabila bisa merasakan kepuasan dari pekerjaannya. Dengan kata lain, kepuasan kerja pegawai atau bawahan merupakan kunci pendorong moral, kedisiplinan, dan prestasi kerja pegawai atau bawahan dalam mendukung terwujudnya tujuan organisasi. Kepuasan kerja yang tinggi atau baik akan membuat bawahan memiliki rasa loyalitas yang tinggi terhadap organisasinya. Adanya motivasi kerja yang tinggi dalam bekerja, adanya rasa ketenangan dalam bekerja, serta yang lebih penting lagi timbulnya rasa kepuasan kerja yang tinggi akan memperbesar kemungkinan tercapainya produktivitas dan motivasi yang tinggi pula. Karyawan yang tidak merasa puas terhadap pekerjaannya, cenderung akan melakukan penarikan atau penghindaran diri dari situasi-situasi pekerjaan baik yang bersifat fisik maupun psikologis.
Kepuasan kerja secara umum selalu menyangkut sikap seseorang untuk mengenai pekerjaannya. Menurut Robbins (2003), kepuasan kerja merupakan sebagai wujud sikap umum  individu terhadap pekerjaanya. Pendapat lain menyatakan bahwa kepuasan kerja (job salisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan di mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Lebih lanjut,  Martoyo (2000) menjelaskan bahwa kepuasan kerja (job salisfaction) adalah keadaan emosional karyawan di mana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan. Balas jasa kerja karyawan ini, baik yang berupa finansial maupun yang non-finansial. Ada tiga dimensi tentang kepuasan kerja menurut Luthans (1995), yaitu :
a.     Kepuasan kerja adalah suatu emosi yang merupakan respon terhadap situasi kerja, sehingga kepuasan kerja tidak dapat dilihat namun bisa dirasakan dan akan tercermin dalam sikap.
b.     Kepuasan kerja dalam hasil yang sesuai atau bahkan melebihi yang diharapkan, seperti seseorang bekerja sebaik yang mampu dilakukan dan bersikap mendapat imbalan yang sepadan.
c.     Kepuasan kerja biasanya dinyatakan dalam sikap, seperti semakin loyal dalam perusahaan, bekerja dengan baik, berdedikasi tinggi pada perusahaan, tertib dan mematuhi peraturan serta sikap lain yang bersifat positif.
Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi cenderung akan menunjukkan sikap yang positif terhadap kerjanya, sedangkan yang tidak merasa puas dengan pekerjaanya akan cenderung menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu. kepuasan kerja merupakan hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidaknya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan umpan balik dari hasil kerjanya, sehingga bila seseorang dalam bekerja merasa tidak puas maka dalam bekerja-pun akan mengalami penurunan kinerjanya. Luthans (1995) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah ungkapan kepuasan karyawan tentang bagaimana pekerjaan mereka dapat memberikan manfaat bagi organisasi, yang berarti bahwa apa yang diperoleh dalam bekerja sudah memenuhi apa yang dianggap penting. Kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang menyenangkan atau positif dan merupakan hasil penilaian dengan mendasarkan pada aspek respon emosional terhadap faktor- faktor pekerjaan, aspek persepsi terhadap seberapa baik hasil yang dirasakan oleh individu terhadap faktor-faktor pekerjaan individu. Berdasarkan beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa Kepuasan kerja merupakan perasaan atau sikap dari seseorang terhadap pekerjaannya, dimana sebagai umpan balik dari pekerjaannya sebagai perwujudan dari kinerjanya. Kepuasaan kerja ini akan dicapai seandainya terpenuhi sebagian besar dari kehendak individu atau kelompok dari keseluruhan pelaksanaan tugas dan keterlibatan seseorang dalam pekerjaannya.
Begitupun dalam organisasi Polri, Kepuasan kerja merupakan persoalan umum yang sering terjadi dan dialami oleh setiap anggota di setiap unit kerja, satuan kerja, ataupun tiap-tiap bagian-bagian di institusi Polri. Pada hakekatnya, kepuasan kerja pada anggota Polri sangat berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan motivasi kerja anggota, kesetiaan (loyalitas) anggota dan adanya ketenangan anggota tersebut dalam bekerja, serta tidak menutup kemungkinan kepuasan kerja juga berkaitan dengan tingkat kedisiplinan anggota Polri dalam melaksanakan tugas. Pada umumnya, orang akan berpendapat bahwa gaji yang diterima setiap bulan merupakan faktor utama untuk mencapai kepuasan kerja pada anggota Polri. Hal ini karena dengan mendapatkan gaji, anggota akan dapat melangsungkan kehidupannya sehari-hari dan bahkan bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Akan tetapi pada kenyataannya, gaji yang diterima tidak selalu menjadi faktor utama untuk mencapai kepuasan kerja setiap anggota Polri. Bahkan selain gaji, Pemerintah juga menambahkan adanya tunjangan kinerja kepada masing-masing anggota setiap bulannya guna mendukung dan meningkatkan motivasi serta kepuasan kerja anggota Polri, akan tetapi kenyataannya masih banyak anggota Polri yang merasa tidak puas dalam bekerja meskipun sudah didukung dengan adanya gaji maupun tunjangan kinerja tersebut. adanya gaji maupun tunjangan kinerja hanya memberikan kepuasan sementara karena pada dasarnya rasa kepuasan muncul dari dalam pikiran anggota sendiri sebagai respon dari situasi maupun kondisi disekitarnya.
Anggota Polri yang merasa puas dalam melaksanakan tugas, dapat dipastikan akan lebih berbicara positif tentang institusi Polri bila dibandingkan dengan anggota yang merasa tidak puas dengan pekerjaannya, bahkan anggota yang merasa puas dalam bekerja tidak akan keberatan untuk memberikan pelayanan maupun membantu masyarakat yang lebih baik dan maksimal bila dibandingkan dengan anggota yang tidak puas, yang hanya cenderung sering mengeluh, mudah marah, malas dan hanya bekerja seolah-olah hanya untuk menggugurkan kewajiban semata. Seperti yang dapat dilihat di lapangan, banyak perilaku-perilaku indisipliner pada anggota yang masih sering terjadi sebagian bukti adanya rasa ketidakpuasan anggota dalam melaksanakan tugas. Diantaranya adalah adanya anggota yang datang terlambat apel pagi dan pulang lebih awal, pada saat jam kerja ada beberapa anggota yang berbincang-bincang dengan santai yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, merokok pada saat jam kerja, bahkan ada anggota yang bermain game di komputer untuk mengisi waktu dengan alasan sedang tidak ada pekerjaan.
Dalam menyingkapi permasalahan kepuasan kerja pada anggota Polri, sebenarnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang sehingga menyebabkan seseorang tersebut menjadi merasa puas ataupun tidak puas dengan keadaan dan kondisi yang ada. Beberapa ahli mencoba menjelaskan akan faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kepuasan kerja pada  pegawai. Diantaranya adalah menurut Robbin (2003) yang mengatakan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh banyak faktor, dimana faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pekerjaan itu sendiri (Intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik).
a.    Faktor Kepuasan Kerja Instrinsik
1.    Faktor Individual
Faktor individual ini meliputi kondisi tentang usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan masa kerja. Dimana dari faktor ini seringkali menemukan bahwa ada perbedaan tingkat kepuasan seseorang dalam bekerja, baik antara dewasa dengan orang tua, antara laki-laki dengan perempuan, antara orang yang berpendidikan tinggi dengan yang tidak serta antara orang yang baru bekerja dengan orang yang sudah lama bahkan tahunan bekerja dalam satu bidang tertentu.
2.    Pekerjaan yang secara mental menantang.
Besar kecilnya tantangan yang dirasakan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya senantiasa berbeda. Dari hasil penelitian, menyebutkan bahwa pegawai cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja.
3.    Tanggung Jawab (Responsibility)
Faktor ini lebih cenderung menjelaskan bahwa besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan dan diberikan kepada seorang pegawai akan mempengaruhi atau berdampak pada tingkat kepuasan dalam dirinya ketika bekerja.
4.    Kemajuan (Advancement)
Dari hasil penelitian menyebutkan bahwa, pegawai yang diberi kesempatan untuk bisa maju dalam bidang pekerjaannya cenderung merasa lebih puas pada pekerjaan maupun organisasinya, dibandingkan dengan anggota yang kurang diberikan kesempatan untuk bisa maju.
5.    Capaian (Achievement)
Pada faktor ini lebih menekankan bahwa kepuasan seseorang dalam bekerja tergantung dari besar kecilnya kemungkinan anggota untuk dapat mencapai prestasi kerja tinggi dalam organisasinya.
6.    Pengakuan (Recognition)
Faktor ini menjelaskan bahwa tingkat kepuasan seseorang dalam bekerja juga dipengaruhi oleh  besar kecilnya pengakuan yang diberikan oleh organisasinya kepadanya atas unjuk kerjanya.
7.    Kesesuaian antara kepribadian dengan pekerjaan
Kecocokan yang tinggi antara kepribadian dan kompetensi seorang dengan pekerjaaan yang dijalani akan menghasilkan individu yang lebih terpuaskan. Dari hasil penelitian, orang-orang dengan tipe kepribadian kongruen dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan kesimpulan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka, sehingga kemungkinan keberhasilan dalam pekerjaannya cenderung meningkat, dan mempunyai probabilitas yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari pekerjaannya.

b.    Faktor Kepuasan Kerja Ekstrinsik
1.    Ganjaran yang pantas (gaji, insentif, uang lembur)
Pegawai cenderung menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan, dan sesuai dengan pengharapan pegawai. Adanya upah atau gaji mampu untuk meningkatkan kepuasan kerja jika upah atau gaji tersebut diberikan berdasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas.
2.    Kondisi lingkungan kerja
Faktor ini lebih menekankan pada derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaannya. Besarnya otonomi, kesempatan bergaul dengan rekan kerja, kondisi lingkungan kerja yang kondusif dan baik akan memberikan kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik.
3.    Rekan kerja (hubungan interpersonal dan relasional)
Faktor ini lebih menekankan pada derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya. Bagi kebanyakan pegawai, interaksi sosial sangat dibutuhkan. Oleh karena itu mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung akan mengarah kepada adanya peningkatan kepuasan kerja pada pegawai.
4.      Administrasi dan kebijakan perusahaan
Kepuasan kerja pegawai juga dipengaruhi oleh adanya faktor Administrasi maupun adanya kebijakan dari perusahaan atau organisasi dimana meliputi derajat kesesuaian yang dirasakan oleh pegawai dengan semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan atau organisasi.
5.    Supervisi (pengawasan kerja)
Dimana terdapat derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan diterima oleh pegawai. Hal ini juga bergantung pada kemampuan penyelia untuk membantu dan mendukung pekerjaan.
Selain pendapat dari Robbin diatas, Menurut Ghiselli dan Brown ada 5 (lima) faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja pada seorang pegawai (dalam Hasibuan, 2003) yaitu:
1.    Kedudukan (posisi)
umumnya ada anggapan bahwa orang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan lebih puas daripada bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, perubahan tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja.
2.    Pangkat (golongan)
Pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat (golongan) sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Apabila ada kenaikan upah, maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru itu akan merubah perilaku dan perasaan.
3.    Umur
Ada hubungan antara kepuasan kerja dengan umur karyawan. Umur antara 25 sampai 34 tahun dan umur 40 sampai 45 tahun adalah merupakan umur-umur yang bisa menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan.
4.    Jaminan financial dan jaminan sosial.
Masalah finansial dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
5.    Mutu pengawasan
Hubungan antara karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting dalam menaikkan produktivitas kerja. Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari oiganisasi kerja (sense of belonging).
Kebanyakan anggota polri berpendapat bahwa bekerja rajin ataupun tidak rajin tidak akan berpengaruh terhadap imbalan (reward) ataupun hukuman (punishment) yang di terima. Pada umumnya, anggota Polri bekerja atas dasar perintah dari pimpinan, untuk itu harus ada tekanan, tauladan dari atasan yang mengarahkan dan menggerakkan anggotanya. Rendahnya perhatian pimpinan terhadap anggota dapat berdampak pada timbul perasaan kekecewaan, dan jengkel pada diri anggota. Selain itu, adanya hubungan antara atasan dengan bawahan yang lebih bersifat formal dan kaku cenderung kurang mampu memberikan motivasi intrinsik bagi anggota. Bila anggota termotivasi, maka anggota akan berusaha berbuat, bekerja dengan sekuat tenaga untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Namun belum tentu upaya yang keras itu akan mendapatkan hasil yang diharapkan, apabila tidak diimbangi dengan sarana maupun gambaran ke depan yang jelas terhadap kinerja anggota dari organisasi Polri sendiri. Oleh karena itu, perlu adanya konsistensi dan perhatian terhadap anggota sehingga diharapkan akan muncul adanya perasaan aman dan nyaman serta puas dalam melaksanakan tugasnya. Seperti dalam teori kebutuhan Maslow, adanya rasa aman dan tentram merupakan suatu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi sebelum meningkat pada kebutuhan dasar diatasnya. Unsur kebutuhan merupakan suatu keadaan internal yang menyebabkan hasil-hasil tertentu tampak menarik. Suatu kebutuhan yang tidak terpuaskan akan menciptakan tegangan yang merangsang dorongan-dorongan di dalam diri individu. Dorongan ini menimbulkan suatu perilaku pencarian untuk menemukan tujuan-tujuan tertentu dan  apabila sudah tercapai akan segera memenuhi kebutuhan itu serta secara otomatis akan mendorong kepada pengurangan tegangan.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan atau menumbuhkan kepuasan kerja pada diri anggota Polri dalam melaksanakan tugas maupun pekerjaannya, adapun langkah-langkah yang bisa dilakukan adalah :
(a)  Melalui sosialisasi visi, misi, tujuan dan nilai-nilai institusi Polri
Dimana dengan memberikan penjelasan secara jelas dan mudah dimengerti akan visi, misi maupun tujuan dan nilai-nilai yang ingin diraih oleh Polri secara kontinu dan berkesinambungan terhadap anggota, maka diharapkan akan memberikan kejelasan kepada anggota tentang hal-hal mana yang sebaiknya dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Selain itu, hal tersebut juga bisa dijadikan pedoman bagi anggota dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sehari-hari.
(b)  Peningkatan pengawasan terhadap kinerja anggota
Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan senantiasa harus sesuai dengan porsi dan tidak berlebihan, mengingat bahwa pada hakekatnya hampir semua pekerjaan dikerjakan oleh anggota dan pimpinan cenderung sebagai pengendali dan pengontrol dari pekerjaan yang sedang dikerjakan. Harapan dari peningkatan pengawsan ini adalah tercapainya suatu hasil kerja yang sesuai dengan visi dan misi dari Polri sendiri. 
(c)  Meningkatkan hubungan yang baik antara pimpinan dengan bawahan, maupun antar sesama bawahan (anggota)
Hubungan kerja dapat diartikan sebagai suatu hubungan atau ikatan antara satu orang dengan orang lainnya pada satu tempat kerja yang sama. Hubungan kerja antara satu orang dengan orang lainnya bisa beragam bentuk, beragam intensitasnya dan bervariasi pula kedalamannya. Dari hasil penelitian psikologi ditemukan bahwa pada dasarnya kunci utama dari adanya suatu hubungan yang baik adalah adanya rasa percaya (kepercayaan), dimana ketika sudah ada suatu rasa percaya diantara 2 orang maka akan membuka adanya suatu keterbukaan diantara mereka.
(d)  Memberikan promosi atau reward terhadap anggota yang berprestasi
Berdasarkan hasil penelitian menyebutkan bahwa adanya reward pada pegawai akan membawa dampak positif baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja ataupun pekerjaan pegawai. Begitupun dengan anggota Polri, dengan adanya pemberian penghargaan atau pemberian promosi terhadap anggota yang sudah berprestasi dan berhasil dalam menjalankan tugas, maka senantiasa akan mampu meningkatkan semangat dan kebanggaan pada diri anggota tersebut sehingga akan membawa dampak yang positif terhadap kinerjanya.
(e)  Memberikan peningkatan kesejahteraan kepada anggota disamping gaji maupun tunjangan kinerja yang ada
Setiap anggota Polri sudah diberikan gaji dan ditambah adanya tunjangan kinerja di tiap bulannya, akan tetapi tidak menutup kemungkinan apa yang diterimanya tersebut tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang kian hari kian meningkat. Untuk itu manakala dari kedinasan mampu memberikan semacam intensif kepada anggota diluar gaji maupun tunjangan kinerja yang ada maka akan mampu memberikan angin segar bagi anggota dalam bekerja sehingga akan muncul rasa puas dari apa yang dikerjakannya mengingat bahwa ada timbal balik yang baik yang diterima oleh anggota ketika berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan.
(f)   Melatih anggota dengan memberikan pekerjaan yang menantang
Ada kalanya setiap anggota Polri perlu diberikan pekerjaan yang sedikit menantang sesuai dengan kemampuan ataupun kompetensi yang dimiliki. Hal ini disebabkan karena ketika ada suatu pekerjaan yang relatif agak sulit dan ternyata anggota tersebut mampu untuk menyelesaikannya maka dapat dipastikan bahwa akan muncul perasaan puas yang mendalam pada diri anggota tersebut karena mampu menyelesaikan pekerjaan yang relatif sulit dan menantang tersebut akan tetapi dirinya mampu menyelesaikannya.
(g)  Meningkatkan komitmen organisasi
Peningkatan komitmen organisasi pada anggota Polri bisa berupa adanya rasa memiliki, kebersamaan dan loyalitas anggota terhadap organisasi Polri. Upaya peningkatan komitmen organisasi pada anggota Polri ini, bisa dilakukan melalui adanya pertemuan formal maupun informal secara berkesinambungan dengan memperhatikan ketiga konsep yaitu affective, normative dan continuance commitment.
(h)  Memberikan contoh atau suri tauladan dan pembina yang baik terhadap anggota
Yang tidak kalah penting dari berbagai cara peningkatan kepuasan kerja anggota Polri diatas adalah adanya penumbuhan sifat keteladanan pada diri pemimpin kepada anggota. Hal inilah yang sekarang ini sering dilupakan oleh pimpinan dalam memimpin organisasi Polri ini. Banyak pemimpin yang mengarahkan, menghimbau bahkan sampai dengan memerintahkan anggota untuk tidak berbuat yang melanggar hukum, akan tetapi ternyata pimpinan sendiri yang melanggarnya. Misalkan, ada anggota yang sudah berusaha keras untuk bekerja dan menyelesaikan sebuah kasus mati-matian, akan tetapi dari pimpinan ternyata tidak mendukung dan cenderung lepas tangan dengan persoalan yang sedang terjadi manakala anggota tersebut tersandung dengan kasus yang sedang di tanganinya. Hal inilah yang terkadang membuat kecenderungan muncul rasa ketidakpuasan pada diri anggota yang bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA
1.    Hasibuan, M. 2003. Organisasi dan Motivasi: Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara.
2.    Luthans, F. 1995. Organizational Behavior. Edisi Ke 7. Singapore : McGraw Hill Book Co.
3.    Martoyo, S. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogjakarta: BPFE.
4.    Robbins, S.P. 1998. Organizational Theory: Structure, Design and Applications.Prentice-Hall.Inc.


By. ANDY WASONO