KEPUASAN KERJA PADA ANGGOTA POLRI
Pada
dasarnya dalam sebuah konsep suatu sistem organisasi yang ideal, dimana pada
dasarnya kegiatan atau pekerjaan pada suatu organisasi merupakan suatu
kolektivitas dari berbagai kegiatan kerja serta aktivitas dari orang-orang yang
menjalaninya, sehingga dalam setiap penyelesaian rangkaian pekerjaan, seorang
pegawai dituntut untuk dapat bekerja sama, saling terkait dan tidak akan
melepaskan diri dengan pegawai lainnya. dalam sebuah organisasi yang terpenting
dan yang menjadi perhatian utamanya adalah bagaimana organisasi tersebut mampu
menciptakan keharmonisan dan keserasian dalam setiap pelaksanaan kegiatan atau
aktivitas kerjanya. Keharmonisan dan keserasian tersebut dapat tercipta jika
sistem kerja dalam organisasi tersebut dibuat rukun dan kompak sehingga
tercipta adanya iklim organisasi yang kondusif dan nyaman. Adanya iklim
organisasi yang kondusif dan nyaman akan membuat para pegawai lebih termotivasi
untuk bekerja dengan optimal yang pada akhirnya akan berujung pada tercapainya
tujuan organisasi dengan tingkat efisien dan efektivitas yang tinggi.
Selanjutnya,
salah satu permasalahan penting bagi seorang pemimpin dalam suatu organisasi
adalah bagaimana pemimpin mampu memberikan motivasi kepada pegawai atau
bawahannya untuk melakukan pekerjaannya dengan baik. Dalam hal ini, pimpinan
dihadapkan pada suatu persoalan tentang bagaimana pimpinan dapat selalu
menciptakan situasi agar bawahannya tersebut dapat memperoleh kepuasan secara
individu terhadap pekerjaannya dan bagaimana cara pemimpin untuk mampu
memotivasi pegawai agar bersedia bekerja dengan baik dan benar. Pada
hakekatnya, seseorang cenderung bekerja dengan penuh semangat apabila bisa
merasakan kepuasan dari pekerjaannya. Dengan kata lain, kepuasan kerja pegawai
atau bawahan merupakan kunci pendorong moral, kedisiplinan, dan prestasi kerja
pegawai atau bawahan dalam mendukung terwujudnya tujuan organisasi. Kepuasan
kerja yang tinggi atau baik akan membuat bawahan memiliki rasa loyalitas yang tinggi
terhadap organisasinya. Adanya motivasi kerja yang tinggi dalam bekerja, adanya
rasa ketenangan dalam bekerja, serta yang lebih penting lagi timbulnya rasa
kepuasan kerja yang tinggi akan memperbesar kemungkinan tercapainya
produktivitas dan motivasi yang tinggi pula. Karyawan yang tidak merasa puas
terhadap pekerjaannya, cenderung akan melakukan penarikan atau penghindaran
diri dari situasi-situasi pekerjaan baik yang bersifat fisik maupun psikologis.
Kepuasan
kerja secara umum selalu menyangkut sikap seseorang untuk mengenai
pekerjaannya. Menurut Robbins (2003), kepuasan kerja merupakan sebagai wujud
sikap umum individu terhadap
pekerjaanya. Pendapat lain menyatakan bahwa kepuasan kerja (job salisfaction) adalah keadaan
emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan di mana para karyawan
memandang pekerjaan mereka. Lebih lanjut,
Martoyo (2000) menjelaskan bahwa kepuasan kerja (job salisfaction) adalah keadaan emosional karyawan di mana terjadi
ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari
perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang
diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan. Balas jasa kerja karyawan ini, baik
yang berupa finansial maupun yang non-finansial. Ada tiga dimensi tentang
kepuasan kerja menurut Luthans (1995), yaitu :
a. Kepuasan kerja adalah suatu emosi yang
merupakan respon terhadap situasi kerja, sehingga kepuasan kerja tidak dapat
dilihat namun bisa dirasakan dan akan tercermin dalam sikap.
b. Kepuasan kerja dalam hasil yang sesuai
atau bahkan melebihi yang diharapkan, seperti seseorang bekerja sebaik yang
mampu dilakukan dan bersikap mendapat imbalan yang sepadan.
c. Kepuasan kerja biasanya dinyatakan
dalam sikap, seperti semakin loyal dalam perusahaan, bekerja dengan baik,
berdedikasi tinggi pada perusahaan, tertib dan mematuhi peraturan serta sikap
lain yang bersifat positif.
Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi
cenderung akan menunjukkan sikap yang positif terhadap kerjanya, sedangkan yang
tidak merasa puas dengan pekerjaanya akan cenderung menunjukkan sikap yang
negatif terhadap pekerjaan itu. kepuasan kerja merupakan hasil keseluruhan dari
derajat rasa suka atau tidaknya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari
pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan umpan balik dari hasil kerjanya,
sehingga bila seseorang dalam bekerja merasa tidak puas maka dalam bekerja-pun
akan mengalami penurunan kinerjanya. Luthans (1995) mengemukakan bahwa kepuasan
kerja adalah ungkapan kepuasan karyawan tentang bagaimana pekerjaan mereka dapat
memberikan manfaat bagi organisasi, yang berarti bahwa apa yang diperoleh dalam
bekerja sudah memenuhi apa yang dianggap penting. Kepuasan kerja merupakan
keadaan emosional yang menyenangkan atau positif dan merupakan hasil penilaian
dengan mendasarkan pada aspek respon emosional terhadap faktor- faktor
pekerjaan, aspek persepsi terhadap seberapa baik hasil yang dirasakan oleh
individu terhadap faktor-faktor pekerjaan individu. Berdasarkan beberapa teori
di atas dapat disimpulkan bahwa Kepuasan kerja merupakan perasaan atau sikap
dari seseorang terhadap pekerjaannya, dimana sebagai umpan balik dari
pekerjaannya sebagai perwujudan dari kinerjanya. Kepuasaan kerja ini akan
dicapai seandainya terpenuhi sebagian besar dari kehendak individu atau
kelompok dari keseluruhan pelaksanaan tugas dan keterlibatan seseorang dalam
pekerjaannya.
Begitupun
dalam organisasi Polri, Kepuasan kerja merupakan persoalan umum yang sering
terjadi dan dialami oleh setiap anggota di setiap unit kerja, satuan kerja,
ataupun tiap-tiap bagian-bagian di institusi Polri. Pada hakekatnya, kepuasan
kerja pada anggota Polri sangat berhubungan secara langsung maupun tidak
langsung dengan motivasi kerja anggota, kesetiaan (loyalitas) anggota dan adanya ketenangan anggota tersebut dalam
bekerja, serta tidak menutup kemungkinan kepuasan kerja juga berkaitan dengan
tingkat kedisiplinan anggota Polri dalam melaksanakan tugas. Pada umumnya,
orang akan berpendapat bahwa gaji yang diterima setiap bulan merupakan faktor
utama untuk mencapai kepuasan kerja pada anggota Polri. Hal ini karena dengan
mendapatkan gaji, anggota akan dapat melangsungkan kehidupannya sehari-hari dan
bahkan bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Akan tetapi pada kenyataannya,
gaji yang diterima tidak selalu menjadi faktor utama untuk mencapai kepuasan
kerja setiap anggota Polri. Bahkan selain gaji, Pemerintah juga menambahkan
adanya tunjangan kinerja kepada masing-masing anggota setiap bulannya guna
mendukung dan meningkatkan motivasi serta kepuasan kerja anggota Polri, akan
tetapi kenyataannya masih banyak anggota Polri yang merasa tidak puas dalam
bekerja meskipun sudah didukung dengan adanya gaji maupun tunjangan kinerja
tersebut. adanya gaji maupun tunjangan kinerja hanya memberikan kepuasan
sementara karena pada dasarnya rasa kepuasan muncul dari dalam pikiran anggota
sendiri sebagai respon dari situasi maupun kondisi disekitarnya.
Anggota
Polri yang merasa puas dalam melaksanakan tugas, dapat dipastikan akan lebih
berbicara positif tentang institusi Polri bila dibandingkan dengan anggota yang
merasa tidak puas dengan pekerjaannya, bahkan anggota yang merasa puas dalam
bekerja tidak akan keberatan untuk memberikan pelayanan maupun membantu
masyarakat yang lebih baik dan maksimal bila dibandingkan dengan anggota yang
tidak puas, yang hanya cenderung sering mengeluh, mudah marah, malas dan hanya
bekerja seolah-olah hanya untuk menggugurkan kewajiban semata. Seperti yang
dapat dilihat di lapangan, banyak perilaku-perilaku indisipliner pada anggota
yang masih sering terjadi sebagian bukti adanya rasa ketidakpuasan anggota
dalam melaksanakan tugas. Diantaranya adalah adanya anggota yang datang
terlambat apel pagi dan pulang lebih awal, pada saat jam kerja ada beberapa
anggota yang berbincang-bincang dengan santai yang tidak ada kaitannya dengan
pekerjaan, merokok pada saat jam kerja, bahkan ada anggota yang bermain game di komputer untuk mengisi waktu
dengan alasan sedang tidak ada pekerjaan.
Dalam
menyingkapi permasalahan kepuasan kerja pada anggota Polri, sebenarnya ada
beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang sehingga menyebabkan seseorang
tersebut menjadi merasa puas ataupun tidak puas dengan keadaan dan kondisi yang
ada. Beberapa ahli mencoba menjelaskan akan faktor-faktor apa sajakah yang
mempengaruhi kepuasan kerja pada pegawai.
Diantaranya adalah menurut Robbin (2003) yang mengatakan bahwa kepuasan kerja
dipengaruhi oleh banyak faktor, dimana faktor-faktor tersebut dapat
dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor-faktor yang berasal dari
dalam diri pekerjaan itu sendiri (Intrinsik)
maupun dari luar (ekstrinsik).
a. Faktor
Kepuasan Kerja Instrinsik
1. Faktor
Individual
Faktor individual ini meliputi kondisi
tentang usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan masa kerja. Dimana dari
faktor ini seringkali menemukan bahwa ada perbedaan tingkat kepuasan seseorang
dalam bekerja, baik antara dewasa dengan orang tua, antara laki-laki dengan
perempuan, antara orang yang berpendidikan tinggi dengan yang tidak serta
antara orang yang baru bekerja dengan orang yang sudah lama bahkan tahunan
bekerja dalam satu bidang tertentu.
2. Pekerjaan
yang secara mental menantang.
Besar kecilnya tantangan yang dirasakan
seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya senantiasa berbeda. Dari hasil
penelitian, menyebutkan bahwa pegawai cenderung lebih menyukai
pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan
keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan
umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja.
3. Tanggung Jawab (Responsibility)
Faktor ini lebih cenderung menjelaskan bahwa
besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan dan diberikan kepada seorang
pegawai akan mempengaruhi atau berdampak pada tingkat kepuasan dalam dirinya
ketika bekerja.
4. Kemajuan (Advancement)
Dari hasil
penelitian menyebutkan bahwa, pegawai yang diberi kesempatan untuk bisa maju
dalam bidang pekerjaannya cenderung merasa lebih puas pada pekerjaan maupun
organisasinya, dibandingkan dengan anggota yang kurang diberikan kesempatan
untuk bisa maju.
5. Capaian (Achievement)
Pada faktor ini lebih menekankan bahwa
kepuasan seseorang dalam bekerja tergantung dari besar kecilnya kemungkinan
anggota untuk dapat mencapai prestasi kerja tinggi dalam organisasinya.
6. Pengakuan (Recognition)
Faktor ini
menjelaskan bahwa tingkat kepuasan seseorang dalam bekerja juga dipengaruhi
oleh besar kecilnya pengakuan yang diberikan oleh
organisasinya kepadanya atas unjuk kerjanya.
7. Kesesuaian
antara kepribadian dengan pekerjaan
Kecocokan yang tinggi antara kepribadian dan
kompetensi seorang dengan pekerjaaan yang dijalani akan menghasilkan individu
yang lebih terpuaskan. Dari hasil penelitian, orang-orang dengan tipe
kepribadian kongruen dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan
kesimpulan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi
tuntutan dari pekerjaan mereka, sehingga kemungkinan keberhasilan dalam
pekerjaannya cenderung meningkat, dan mempunyai probabilitas yang lebih besar
untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari pekerjaannya.
b. Faktor
Kepuasan Kerja Ekstrinsik
1. Ganjaran
yang pantas (gaji, insentif, uang lembur)
Pegawai cenderung menginginkan sistem upah
dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan,
dan sesuai dengan pengharapan pegawai. Adanya upah atau gaji mampu untuk
meningkatkan kepuasan kerja jika upah atau gaji tersebut diberikan berdasarkan
pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan
komunitas.
2. Kondisi
lingkungan kerja
Faktor ini lebih menekankan pada derajat
kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaannya. Besarnya
otonomi, kesempatan bergaul dengan rekan kerja, kondisi lingkungan kerja yang
kondusif dan baik akan memberikan kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan
mengerjakan tugas yang baik.
3. Rekan
kerja (hubungan interpersonal dan relasional)
Faktor ini lebih menekankan pada derajat
kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya. Bagi
kebanyakan pegawai, interaksi sosial sangat dibutuhkan. Oleh karena itu
mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung akan mengarah kepada adanya
peningkatan kepuasan kerja pada pegawai.
4. Administrasi
dan kebijakan perusahaan
Kepuasan kerja pegawai juga dipengaruhi oleh
adanya faktor Administrasi maupun adanya kebijakan dari perusahaan atau
organisasi dimana meliputi derajat kesesuaian yang dirasakan oleh pegawai
dengan semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan atau
organisasi.
5. Supervisi
(pengawasan kerja)
Dimana terdapat derajat kewajaran penyeliaan
yang dirasakan diterima oleh pegawai. Hal ini juga bergantung pada kemampuan
penyelia untuk membantu dan mendukung pekerjaan.
Selain
pendapat dari Robbin diatas, Menurut Ghiselli dan Brown ada 5 (lima) faktor
yang dapat menimbulkan kepuasan kerja pada seorang pegawai (dalam Hasibuan,
2003) yaitu:
1.
Kedudukan (posisi)
umumnya
ada anggapan bahwa orang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan
lebih puas daripada bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, perubahan tingkat
pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja.
2.
Pangkat (golongan)
Pada
pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat (golongan) sehingga pekerjaan
tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Apabila
ada kenaikan upah, maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan
pangkat dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru itu akan merubah perilaku
dan perasaan.
3.
Umur
Ada
hubungan antara kepuasan kerja dengan umur karyawan. Umur antara 25 sampai 34
tahun dan umur 40 sampai 45 tahun adalah merupakan umur-umur yang bisa
menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan.
4.
Jaminan financial
dan jaminan sosial.
Masalah
finansial dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
5.
Mutu pengawasan
Hubungan
antara karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting dalam menaikkan
produktivitas kerja. Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan
hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan sehingga karyawan akan merasa
bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari oiganisasi kerja (sense of belonging).
Kebanyakan
anggota polri berpendapat bahwa bekerja rajin ataupun tidak rajin tidak akan
berpengaruh terhadap imbalan (reward)
ataupun hukuman (punishment) yang di
terima. Pada umumnya, anggota Polri bekerja atas dasar perintah dari pimpinan,
untuk itu harus ada tekanan, tauladan dari atasan yang mengarahkan dan
menggerakkan anggotanya. Rendahnya perhatian pimpinan terhadap anggota dapat
berdampak pada timbul perasaan kekecewaan, dan jengkel pada diri anggota.
Selain itu, adanya hubungan antara atasan dengan bawahan yang lebih bersifat
formal dan kaku cenderung kurang mampu memberikan motivasi intrinsik bagi
anggota. Bila anggota termotivasi, maka anggota akan berusaha berbuat, bekerja
dengan sekuat tenaga untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Namun
belum tentu upaya yang keras itu akan mendapatkan hasil yang diharapkan,
apabila tidak diimbangi dengan sarana maupun gambaran ke depan yang jelas
terhadap kinerja anggota dari organisasi Polri sendiri. Oleh karena itu, perlu
adanya konsistensi dan perhatian terhadap anggota sehingga diharapkan akan
muncul adanya perasaan aman dan nyaman serta puas dalam melaksanakan tugasnya.
Seperti dalam teori kebutuhan Maslow, adanya rasa aman dan tentram merupakan
suatu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi sebelum meningkat pada kebutuhan
dasar diatasnya. Unsur kebutuhan merupakan suatu keadaan internal yang
menyebabkan hasil-hasil tertentu tampak menarik. Suatu kebutuhan yang tidak
terpuaskan akan menciptakan tegangan yang merangsang dorongan-dorongan di dalam
diri individu. Dorongan ini menimbulkan suatu perilaku pencarian untuk
menemukan tujuan-tujuan tertentu dan
apabila sudah tercapai akan segera memenuhi kebutuhan itu serta secara
otomatis akan mendorong kepada pengurangan tegangan.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan
atau menumbuhkan kepuasan kerja pada diri anggota Polri dalam melaksanakan
tugas maupun pekerjaannya, adapun langkah-langkah yang bisa dilakukan adalah :
(a) Melalui
sosialisasi visi, misi, tujuan dan nilai-nilai institusi Polri
Dimana dengan
memberikan penjelasan secara jelas dan mudah dimengerti akan visi, misi maupun
tujuan dan nilai-nilai yang ingin diraih oleh Polri secara kontinu dan
berkesinambungan terhadap anggota, maka diharapkan akan memberikan kejelasan
kepada anggota tentang hal-hal mana yang sebaiknya dilakukan dan yang tidak
boleh dilakukan. Selain itu, hal tersebut juga bisa dijadikan pedoman bagi
anggota dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sehari-hari.
(b) Peningkatan
pengawasan terhadap kinerja anggota
Pengawasan yang
dilakukan oleh pimpinan senantiasa harus sesuai dengan porsi dan tidak
berlebihan, mengingat bahwa pada hakekatnya hampir semua pekerjaan dikerjakan
oleh anggota dan pimpinan cenderung sebagai pengendali dan pengontrol dari
pekerjaan yang sedang dikerjakan. Harapan dari peningkatan pengawsan ini adalah
tercapainya suatu hasil kerja yang sesuai dengan visi dan misi dari Polri
sendiri.
(c) Meningkatkan
hubungan yang baik antara pimpinan dengan bawahan, maupun antar sesama bawahan
(anggota)
Hubungan kerja dapat
diartikan sebagai suatu hubungan atau ikatan antara satu orang dengan orang
lainnya pada satu tempat kerja yang sama. Hubungan kerja antara satu orang
dengan orang lainnya bisa beragam bentuk, beragam intensitasnya dan bervariasi
pula kedalamannya. Dari hasil penelitian psikologi ditemukan bahwa pada
dasarnya kunci utama dari adanya suatu hubungan yang baik adalah adanya rasa
percaya (kepercayaan), dimana ketika sudah ada suatu rasa percaya diantara 2
orang maka akan membuka adanya suatu keterbukaan diantara mereka.
(d) Memberikan
promosi atau reward terhadap anggota
yang berprestasi
Berdasarkan hasil
penelitian menyebutkan bahwa adanya reward
pada pegawai akan membawa dampak positif baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap kinerja ataupun pekerjaan pegawai. Begitupun dengan anggota
Polri, dengan adanya pemberian penghargaan atau pemberian promosi terhadap
anggota yang sudah berprestasi dan berhasil dalam menjalankan tugas, maka
senantiasa akan mampu meningkatkan semangat dan kebanggaan pada diri anggota
tersebut sehingga akan membawa dampak yang positif terhadap kinerjanya.
(e) Memberikan
peningkatan kesejahteraan kepada anggota disamping gaji maupun tunjangan
kinerja yang ada
Setiap anggota Polri
sudah diberikan gaji dan ditambah adanya tunjangan kinerja di tiap bulannya,
akan tetapi tidak menutup kemungkinan apa yang diterimanya tersebut tidaklah
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang kian hari kian meningkat. Untuk itu
manakala dari kedinasan mampu memberikan semacam intensif kepada anggota diluar
gaji maupun tunjangan kinerja yang ada maka akan mampu memberikan angin segar
bagi anggota dalam bekerja sehingga akan muncul rasa puas dari apa yang
dikerjakannya mengingat bahwa ada timbal balik yang baik yang diterima oleh anggota
ketika berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan.
(f)
Melatih anggota dengan memberikan pekerjaan
yang menantang
Ada kalanya setiap
anggota Polri perlu diberikan pekerjaan yang sedikit menantang sesuai dengan
kemampuan ataupun kompetensi yang dimiliki. Hal ini disebabkan karena ketika
ada suatu pekerjaan yang relatif agak sulit dan ternyata anggota tersebut mampu
untuk menyelesaikannya maka dapat dipastikan bahwa akan muncul perasaan puas
yang mendalam pada diri anggota tersebut karena mampu menyelesaikan pekerjaan
yang relatif sulit dan menantang tersebut akan tetapi dirinya mampu
menyelesaikannya.
(g) Meningkatkan
komitmen organisasi
Peningkatan komitmen
organisasi pada anggota Polri bisa berupa adanya rasa memiliki, kebersamaan dan
loyalitas anggota terhadap organisasi Polri. Upaya peningkatan komitmen
organisasi pada anggota Polri ini, bisa dilakukan melalui adanya pertemuan
formal maupun informal secara berkesinambungan dengan memperhatikan ketiga
konsep yaitu affective, normative dan continuance commitment.
(h) Memberikan
contoh atau suri tauladan dan pembina yang baik terhadap anggota
Yang tidak kalah
penting dari berbagai cara peningkatan kepuasan kerja anggota Polri diatas
adalah adanya penumbuhan sifat keteladanan pada diri pemimpin kepada anggota.
Hal inilah yang sekarang ini sering dilupakan oleh pimpinan dalam memimpin
organisasi Polri ini. Banyak pemimpin yang mengarahkan, menghimbau bahkan
sampai dengan memerintahkan anggota untuk tidak berbuat yang melanggar hukum,
akan tetapi ternyata pimpinan sendiri yang melanggarnya. Misalkan, ada anggota
yang sudah berusaha keras untuk bekerja dan menyelesaikan sebuah kasus
mati-matian, akan tetapi dari pimpinan ternyata tidak mendukung dan cenderung
lepas tangan dengan persoalan yang sedang terjadi manakala anggota tersebut
tersandung dengan kasus yang sedang di tanganinya. Hal inilah yang terkadang
membuat kecenderungan muncul rasa ketidakpuasan pada diri anggota yang
bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hasibuan,
M. 2003. Organisasi dan Motivasi: Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta: Bumi
Aksara.
2. Luthans,
F. 1995. Organizational Behavior. Edisi Ke 7. Singapore : McGraw Hill
Book Co.
3. Martoyo,
S. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogjakarta: BPFE.
4. Robbins,
S.P. 1998. Organizational Theory: Structure, Design and Applications.Prentice-Hall.Inc.
By. ANDY WASONO